Tanggung Jawab Profesi Notaris Dalam Menjalankan Tanggung jawab Notaris Dan Penegakan Hukum Di Indonesia

Jumat, 11 Maret 2011


I.          Pendahuluan
Dalam menjalankan suatu tugas, baik yang merupakan tugas jabatan atau tugas profesi, tiap pelaksanaanya dibutuhkan tanggung jawab (accountability) dari masing-masing individu yang menjalankanya. Tanggung jawab itu sendiri timbul karena beberapa hal antara lain :
a.            karena tanggung jawab mendapat suatu kepercayaan untuk melaksanakan suatu tugas atau fungsi;
b.            karena tanggung jawab mendapat suatu kepercayaan;
c.            karena tanggung jawab mendapat amanah untuk menduduki suatu jabatan atau kedudukan.
Profesi adalah pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan dan profesi itu sendiri  dapat dibedakan menjadi (1). Profesi biasa; (2). Profesi luhur (officium nobile) yang menuntut moralitas tinggi. Setiap profesi, khususnya profesi yang berkaitan dengan hukum, memiliki etika profesi, yang kaidah-kaidah pokoknya antara lain :
a.            Profesi harus dipandang sebagai pelayanan dan oleh karena itu sifat “tanpa pamrih” menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi;
b.            Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pencari keadilan mengacu pada nilai-nilai yang luhur;
c.            Mengembangkan profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat secara keseluruhan;
d.            Persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengembangan profesi.
Profesi hukum dituntut untuk memiliki rasa kepekaan atas nilai keadilan dan kebenaran serta mewujudkan kepastian hukum bagi pencapaian dan pemeliharaan ketertiban masyarakat. Selain itu, profesi hukum berkewajiban selalu mengusahakan dengan penuh kesadaran yang bermoral untuk mengetahui segala aturan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. Secara ilmiah bagi tegaknya hukum dan keadilan dan terutama diperuntukan bagi mereka yang membutuhkanya.
Hukum dan moral sama-sama berkaitan dengan tingkah laku manusia. Keduanya sama-sama mengatur tingkah laku agar selalu baik dan tidak terjerumus pada yang tidak baik.
Notaris merupakan salah satu profesi yang mempunyai karateristik tersendiri dibandingkan profesi lain seperti : Advokat, jaksa, arbirter dan hakim. Dimana tugas notaris adalah membantu orang-orang yang mempunyai masalah hukum. Untuk itu, agar dapat menjalankan profesi tersebut atau membantu orang-orang yang mempunyai permasalahan hukum, maka seseorang yang menjalankan profesi tersebut membutuhkan keahlian khusus sebagai salah satu prasyarat untuk menjadi profesional dalam profesi tersebut.
Dalam pasal 1 Peraturan jabatan Notaris dikemukakan bahwa Notaris adalah pejabat umum satu-satunya yang berwenang untuk membuat akte otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akte otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktenya dan memberikan grosse, salinan, dan kutipanya, semuanya sepanjang akte itu oleh suatu peraturan tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Dalam menjalankan profesinya Notaris mendapat ijin praktek dari Menteri Kehakiman, dan dalam hal ini pekerjaan  adalah membuat akta otentik.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka tidak beralasan jika Notaris dalam melaksanakan tugasnya mempunyai kode etik profesi. Karena Notaris merupakan profesi yang terhormat (officium nobile) yang memerlukan integritas serta kualifikasi tersendiri, oleh karena itu untuk menjadi seorang menurut pasal 13 peraturan jabatan notaries harus memenuhi kriteria-kriteria dibawah ini :
a.                Berkewarganegaraan Indonesia;
b.                Telah mencapai Umur 25 tahun;
c.                Membuktikan kelakuan baik sekurang-kurangnya dalam 4 tahun terahir, yang dinyatakan dengan suatu keterangan yang diberikan oleh kepala pemerintahan setempat, yang selama itu mempunyai tempat tinggal yang tetap;
d.                Telah lulus dengan baik dari ujian-ujian yang disebut dibawah ini atau telah lulus dalam ujian kandidat notaries pada Fakultas Hukum, dalam hal ini :
-       mereka yang memiliki tingkatan Doktor dalam Ilmu Hukum;
-       mereka yang memiliki  tingkatan Doktor dalam ilmu hukum atau telah mencapai tingkat sarjana hukum;
-       mereka yang telah lulus ujian bagian pertama untuk dapat diangkat menjadi notaris, dengan pengertian bahwa mereka masih harus mengikuti ujian tambahan dari bagian itu.
Oleh karenanya seorang notaris dalam bertingkah laku menjalankan profesinya, tidak sekedar dibatasi oleh norma-norma hukum atau norma-norma kesusilaan yang berlaku secara umum, tetapi juga harus patuh terhadap ketentuan-ketentuan etika profesi, yang diatur dalam kode etik profesi.
Mengingat masalah kode etik notaris ini sangat penting di dalam pembangunan hukum nasional terutama dari segi materi hukum, maka dalam hal ini kode etik notaris harus dibuat sebaik mungkin agar dapat membatasi para notaris dalam bertingkah laku atau melakukan suatu perbuatan dalam lalu lintas hukum agar sesuai dengan apa yang digariskan oleh kode etik profesi serta dewan kehormatan kode etik harus menetapkan sanksi terhadap anggota yang melanggar kode etik karena menurut prof. soebekti.SH. fungsi dan tujuan kode etik dalam suatu kalangan profesi adalah :
1.                menjunjung tinggi martabat profesi;
2.                Menjaga atau memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materil para anggotanya.

II.        Tanggung Jawab Profesi
a.         Tanggung jawab seorang profesional terhadap profesinya.
Dalam melakukan tugas profesionalnya seorang notaris harus mempunyai integritas moral, dalam arti segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya. Sesuatu yang bertentangan dengan yang baik harus dihindarkan walaupun dengan melakukanya, ia akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi. Perimbangan moral dalam melaksanakan tugas profesi tersebut, harus diselaraskan dengan nilai-nilai dalam masyarakat, niali-nilai sopan santun, dan agama yang berlaku. Tidak penting bahwa seorang hanya memiliki kemampuan profesional yang tinggi, tetapi ia baru mempunyai arti apabila disamping mempunyai kemampuan profesional adalah seorang yang bermoral.
Pendidikan ketrampilan teknis dibidang hukum yang mengabaikan segi tanggung jawab seseorang terhadap orang yang dipercayakan kepadanya dan profesinya pada umumnya serta nilai-nilai dan etika yang harus menjadi pedoman dalam menjalankan profesinya hanya akan menghasilkan tukang-tukang yang terampil belaka di bidang hukum dan profesinya.
Keadaan demikian tidak saja menjadikan pendidikan ini tidak lengkap karena calon anggota profesi itu tidak tahu bagaimana ia harus menggunakan ketrampilan teknis yang diperolehnya itu bahkan tidak berlebihan kiranya apabila dikatakan bahwa pendidikan ketrampilan teknis disertai dengan pendidikan mengenai tanggung jawab dan etika serat keprofesionalitasan adalah bahaya. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap profesi menempatkan ahli yang bersangkutan dalam suatu keadaan yang istimewa, baik karena kekuasaan yang luar biasa yang dipercayakan kepadanya, maupun karena nasib seseorang yang berkepentingan dipercayakan kepadanya.
Kiranya jelas bahwa dengan adanya amanat maka akan membuat seseorang yang menjalani suatu profesi harus bisa bertanggung jawab secara profesional, dan tanggung jawab yang berat tersebut diletakan dibahu anggota profesi hukum yang bersangkutan. Ia tidak saja menyangkut amanat kepercayaan yang menyangkut kepentingan pribadi. Bila dilihat dalam rangka menegakan hukum sebagai suatu urusan yang menyangkut kepentingan umum, maka tanggung jawab secara profesional itu pada hakekatnya juga merupakan amanat kepercayaan yang menyangkut kepentingan umum. Jadi seorang yang bekerja pada suatu profesi harus bisa bertanggung jawab secara profesional terhadap profesinya. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa tanggung jawab dan etika profesi serta integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan yang penting yang harus dimiliki oleh setiap notaris?
Karena pada hakekatnya tanggung jawab dan etika profesi mempunyai hubungan yang erat dengan integritas dan moral. Tanpa adanya integritas dan moral yang baik, tidak mungkin diharapkan dari seorang notaris adanya tanggung jawab dan etika profesi yang tinggi. Oleh karena tanggung jawab dan etika profesi pada giliranya harus dilandasi oleh integritas dan moral yang baik, sebagaimana ketrampilan teoritis dan teknis dibidang profesi notaris harus didukung oleh tanggung jawab dan etika profesi. Hanya notaris yang mempunyai persyaratan demikian yang dapat diharapkan dapat melakuka tugasnya dengan baik dengan tuntutan hukum dan kepentinmgan masyarakat. (hasil wawancara dengan Muthia Indarwati SH ).
Tidak dapat disangkal bahwa jabatan atau profesi tertentu mempunyai kedudukan atau tugas khusus karena fungsinya itu yang memerlukan persyaratan-persyaratan yang lebih berat dari pada yang berlaku umum demi pelaksanaan yang baik dari pada tugas atau fungsinya dan perlindungan yang bersangkutan yang bersifat profesional.
Seorang notaris dapat bertanggung jawab secara profesional terhadap profesinya jika dapat menerapkan aturan etika, moral dan agama. Sebagai normatif etik, seorang notaris bisa bertanggung jawab secara profesional terhadap profesinya.
Seorang notaris yang bertanggung jawab secara profesional terhadap profesinya maka ia mencintai profesinya sebagai tugas mulia akan menjunjung tinggi etika profesi, bahwa lewat profesi hukum ia mau mengabdi kepada sesama sebagai idealismenya. Ia dihormati dan  dipercayai oleh pencari keadilan bukan semata-mata karena bobot dan kualitas penguasaan hukum yang dimilikinya atau kehandalan kemampuan intelektual dan ilmu hukumnya, melainkan karena ia juga memiliki integritas diri sebagai pengawal konstitusi, hak asasi manusia, kebenaran dan keadilan sebagai komitmen moral profesinya. Dalam hal ini ia harus membina relasi atas dasar saling menghargai dan saling percaya. Dalam menjalankan profesinya ia mempertimbangkan kewajibanya kepada hati nuraninya sendiri, kepada klien, kepada sumpah profesi, dan rekan seprofesi. Dengan begitu, akan terbentuk suatu kesadaran hukum yang berkeadilan pada diri profesional hukum.
Orang yang menyandang suatu profesi tertentu disebut seorang yang profesional. Meskipun syarat untuk menentukan siapa yang memenuhi syarat sebagai seorang yang profesional amat beragam, paling tidak ada lima ciri yang kerap dikemukakan Daryl Koehn yaitu :
1.        orang yang mendapat izin dari Negara untuk melakukan suatu tindakan tertentu;
2.        menjadi organisasi pelaku-pelaku yang sama-sama mempunyai hak suara yang menyebar luaskan standart dan/ atau cita-cita perilaku dan yang saling mendisiplinkan karena melanggar standart itu;
3.        memiliki pengetahuan atau kecakapan yang hanya diketahui dan dipahami oleh orang-orang tertentu saja serta tidak dimiliki oleh anggota-anggota masyarakat lain;
4.        memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaanya, dan pekerjaan itu tidak amat dimengerti oleh masyarakat yang lebih luas;
5.        secara publik di muka umum mengucapkan janji (sumpah) untuk memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan bantuan.

b.        Tanggung jawab seorang profesional terhadap pihak ke tiga
Pada dasarnya tugas seorang notaris adalah membuat akta otentik dimana akta tersebut dapat menjadi suatu bukti yang sah bila terjadi sengketa. Dan dilarang mengirimkan akte kepada klien-klien untuk ditanda tangani.
Sebelum melakukan pekerjaan yang diminta oleh klien maka seorang notaris memberikan penyuluhan kepada klien, sejauh mungkin sehingga klien tersebut dapat menangkap/memahami penyuluhan tersebut, walaupun dengan diberikan penyuluhan urung membuat akte atau urung menjadi klien dari notaris yang bersangkutan. Dan dalam hal ini memberi syarat juga kepada klien agar tidak terjerumus dalam kesalahan.
Khusunya pengembangan profesi, notaris harus selalu berpegang teguh pada usaha untuk merealisasikan keterlibatan dan kepastian hukum yang berkeadilan serta berlaku jujur tidak saja kepada pihak kedua dan pihak ketiga, tetapi juga pada dirinya sendiri.
Sekalipun sebenarnya keahlian seorang tenaga profesional notaris dapat dimanfaatkan sebagai upaya untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas profesionalnya ia tidak boleh semata-mata didorong oleh pertimbangan uang. Andaikan seorang mengharapkan bantuanya dan orang tersebut tidak dapat membayar karena tidak mampu, demi profesionalnya ia harus memberikan jasa semaksimal mungkin dengan Cuma-Cuma. Ia tidak boleh bersikap diskriminatif, membedakan antara orang yang mampu dan orang tidak mampu.
notaris secara profesional harus bersedia memberikan bantuan hukum (membuat akte otentik)kepada pihak ketiga atau klien tanpa membeda-bedakan agama, kepercayaan, suku, keturunan, kedudukan sosial, atau keyakinan politiknya tidak semata-mata untuk mencari imbalan materil, tetapi terutama untuk turut menegakan hukum, keadilan, dan kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab.
Tanggung jawab profesional seorang notaris pada pihak ke tiga tidak hanya  tersebut diatas tetapi, apabila seorang notaris memperoleh seorang klien untuk membuat suatu akte maka harus didahului dengan penyuluhan agar si klien mengetahuai apa yang harus diperbuatnya, walaupun ahirnya klien tersebut urung membuat akat otentik.  Bila seorang notaries tidak di ijinkan berbohong, tetapi kebohongan ini masing sering diucapkan karena mau menjaring orang tersebut menjadi kliennya, sehubungan dengan fee yang akan diperolehnya.
Dalam membuat sebuah akta, kemampuan klien juga harus diperhatikan, dalam hal klien sudah tersudut karena keadaan atau waktu, notaris tidak boleh memaksakan kepentinganya untuk memperoleh fee yang tidak sebanding dengan kemampuan klien, sebab pemaksaan yang demikian bertentangan dengan officium nobile yang disandang notaris.
Perlakuan adil tanpa diskriminasi dalam menjalankan sebuah profesi perlu dilakukan oleh seorang notaris karena hal tersebut merupakan tututan keprofesionalitasan bagi profesi yang disandang, dalam hal ini seorang notaris tidak boleh membedakan antara kasus atau masalah yang dihadapi antara si kaya dan si miskin, sebab hal inilah yang masih sering menjadi permasalahan seorang notaris, tetapi secara manusiawi memang ini sulit untuk dilakukan, pembedaan layanan tersebut pasti ada tapi sebagai sebuah profesi yang profesional maka seorang notaris tidak boleh membedakan antara si kaya dan si miskin atau karena fee besar atau kecil dan secara tidak langsung hal tersebut harus dilakukan, dan hal inilah yang membedakan antara profesi notaris dengan profesi lain.
Merahasiakan apa yang diberitahukan klien terhadap notaris adalah menyangkut kepercayaan yang harus dipelihara oleh setiap notaris, sebab bila tidak maka tidak akan ada officium nobile yang betul-betul membela hak asasi manusia dari kesewenang-wenangan pejabat negara atau orang lain. Dalam hal lain notaris juga tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan.
Notaris dalam melakukan tugas jabatanya memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya, serta memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat agar masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibanya sebagai warga Negara dan anggota masyarakat. Dan bila dengan masyarakat yang kurang mampu maka notaris memberikan jasa dengan Cuma-Cuma.
Jika kaum profesional berjanji dengan sukarela melakukan praktek menurut cara yang dibangun oleh sesama profesional untuk membangun kepercayaan pada klien, maka para profesional secara resmi terikat oleh norma yang tersirat didalamnya agar pantas mendapatkan kepercayaan. Persepsi apa yang dilakukan oleh profesional mesti mengacu pada norma yang diketahui umum mengenai apa yang harus mereka lakukan, kita mengharapkan bahwa keprofesionalitasan tersebut terpenuhi. Dan untuk itu, kita harus merinci syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu :
1.        Agar dapat dipercaya kaum profesional harus membuat kepentingan klien menjadi kepentingan mereka. Tuntutan ini keluar dari hakekat kepercayaan, kepercayaan adalah harapan orang yang percaya bahwa orang yang dipercaya akan bertindak demi kebaikan orang yang memberi kepercayaan;
2.        kesediaan bertindak juga perlu untuk mendapat kepercayaan, bukti yang paling baik yang profesional lakukan demi kebaikan klien adalah tindakan demi kebaikan klien;
3.        kesediaan itu harus terbuka dan kontinu, kesediaan ini harus dipertahankan karena klien berkehendak baik profesional akan terus berlangsung, bukan hanya berlaku pada waktu yang terbatas, tetapi selama dibutuhkan;
4.        kaum profesional harus kompoten;
5.        profesional juga harus juga dapat menuntut dari klien tingkat pertanggung jawaban dan disiplin diri;
6.        profesional yang dapat dipercaya harus memiliki kebebasan untuk memperhatikan masing-masing kebaikan klien dengan kebijakan, meninjau kesanggupan, serta pelayanan yang baik terhadap klien;
7.        profesional harus mempunyai tanggung jawab yang penuh kesadaran.
Secara tidak langsung sebagai sebuah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile) dan sebagai sebuah profesi yang membutuhkan keprofesionalitasan, maka tanggung jawab seorang profesional terhadap klien sangat berat tetapi secara tidak langsung hal tersebut mau tidak mau harus dijalankan sesuai dengan standart kode etik notaris yang berlaku. Dimana ia harus memegang teguh etika profesi, memegang teguh etika profesi sangat erat hubunganya dengan pelaksanaan tugas profesi dengan baik, karena didalam kode etik profesi itulah ditentukan segala prilaku yang dimiliki oleh seorang notaris. Notaris yang melakukan profesinya dibidang hukum dengan sebaik-baiknya haruslah juga berbahasa Indonesia yang sempurna, sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia dan nasional.

c.        Tanggung jawab seorang profesional terhadap masyarakat.
Kaum profesional melaksanakan otoritas jika tindakan mereka mengembangkan kebaikan khusus manusia yang sungguh-sungguh di inginkan oleh orang, yang dihadapanya dan demi kepentingannya, seorang profesional yang bertanggung jawab terhadap masyarakat yang telah mengucapkan sumpah (janji) untuk melayani dan mengusahakan kebaikan khusus itu, agar kaum profesional mendapat otoritasnya moralnya, mereka harus dapat dipercaya dengan janji dihadapan publik sebagai landasan. Untuk itu, kita harus merinci syarat-syarat seorang profesional dalam melaksanakan tanggung jawabnya terhadap masyarakat yaitu :
1.        mengutamakan pengabdian kepada masyarakat dari pada kepentingan pribadi atau golongan; dalam hal ini kepentingan masyarakat diatas segala-galanya;
2.        bersikap adil serta menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban;
3.        rela berkorban demi kepentingan masyarakat;
4.        bebas dari rasa takut dalam membela kepentingan klienya;
5.        bersikap sopan dan bertingkah laku saling hormat-menghormati  sesama warga masyarakat dalam pergaulan sehari-hari;
6.        dalam sikap dan tindak tanduknya menunjukan rasa hormat kepada masyarakat, pejabat-pejabat yang berwenang, baik yang memegang kekuasaan umum maupun kekuasaan kehakiman.
Profesional harus mempunyai rasa tanggung jawab yang penuh kesadaran, meskipun kebanyakan masyarakat tidak dapat bekerja sama dengan profesional untuk menangani kebutuhan mereka, kita tidak boleh lupa bahwa tidak semua masyarakat dapat melakukanya. Kejujuran, tanggung jawab dan dapat dipercaya harus bisa dilaksanakan, dan hal tersebut dapat dilaksanakan dengan cara :
1.        bersikap jujur terhadap orang lain dan atau anggota masyarakat pencari keadilan yang memerlukan bantuan hukum;
2.        tidak memberi janji atau menjanjikan kepada anggota masyarakat yang meminta bantuan pembelaan terhadap hal-hal yang menurut keyakinan tidak mungkin dilaksanakan menurut hukum;
3.        penuh rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugas profesinya, baik terhadap pemerintah maupun anggota masyarakat;
4.        memegang teguh rahasia profesi, menghormati martabat Negara, pemerintah, serta menghormati wibawa peradilan;
5.        bersikap jujur terhadap klien dan masyarakat.
Tanggung jawab seorang profesional notaris terhadap masyarakat juga harus  menghormati hak-hak orang lain dan tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum, tidak membeda-bedakan suku, agama, ras, keturunan, kedudukan dan golongan dalam pengabdian profesi. Serta bertaqwa kepada tuhan Yang maha esa dan setia pada pancasila.

III.       Tanggung Jawab Profesi Terkait Dengan Pengawasan Dalam pelaksanaan Tugas Sebagai Seorang Profesional.
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akte otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akte otentik,.
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965 maupun PJN tugas pengawasan dan pembinaan merupakan tugas non judisiel dari pengadilan, maka harus dilakukan bersama-sama oleh Mahkamah Agung dan Departemen Kehakiman, sedangkan aparat pelaksanaanya adalah Pengadilan Negeri.
Pengawasan bertujuan agar notaris dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi notaris dan peraturan perundang-undangan, Dengan adanya pengawasan serta kode etik profesi maka seorang notaris tidak di izinkan berbuat sewenang-wenang dan sekendak hatinya.

1.        Mekanisme Pengawasan Yang Bersifat Internal Dalam Lingkup profesi Notaris
Menurut pasal 2 Surat Keputusan Bersama (SKB) Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman tahun 1987, pelaksanaan pengawasan sehari-hari atas para notaris dan akte-aktenya dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat dan selanjutnya secara hierarkis dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman.
Sebagaimana telah kita ketahui, terhadap notaris diadakan pengawasan yang dilakukan oleh yang berwajib, tetapi untuk tujuan yang lebih luas, yakni agar para notaris sebanyak mungkin memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang didalam menjalankan tugas jabatanya, demi untuk pengamanan dari kepentingan masyarakat yang dilayani.
Yang menjadi dasar pengawasan internal notaris adalah, mengingat bahwa notaris menjalankan suatu fungsi sosial yang sangat penting, yang meliputi bidang yang sangat luas dari apa yang diuraikan dalam pasal 1 PJN. Banyak pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh notaris yang merupakan tugas jabatan notaris, akan tetapi dikehendaki daripadanya oleh masyarakat umum. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan merupakan tugas jabatan notaris adalah lebih banyak dan lebih luas dari pada tugas jabatan notaris berdasarkan undang-undang. Dengan demikian seorang notaris harus berkelakuan baik yang tidak tercela, tidak mengabaikan keluhuran martabat atau melakukan kesalahan-kesalahan lain, baik diluar maupun didalam tugas menjalankan jabatan notaris.
Hal ini juga sudah disadari oleh para notaris sendiri, karena hasil pekerjaanya yang berupa akte-akte maupun pemeliharaan protokol-protokol sangat penting dalam penerapan hukum pembuktian, yaitu sebagai alat bukti otentik yang dapat menyangkut kepentingan bagi para pencari keadilan baik didalam maupun diluar negeri, maka pelaksanaan tugas notaris harus didukung oleh suatu itikad moral yang dapat dipertanggung jawabkan.
Dengan demikian perlu adanya suatu pengawasan dan pembinaan yang terus menerus terhadap para notaris didalam menjalankan dan melaksanakan tugas /jabatan.
Adalah sangat beralasan, bahwa pemerintah sendiri yang melakukan suatu penilaian maupun pengawasan terhadap para notaris mengingat betapa beratnya tugas notaris didalam membantu menciptakan tegaknya hukum ditengah-tengah masyarakat.
mekanisme pengawasan notaris adalah, Menurut Surat Edaran mahkamah Agung tentang tata cara pengawasan notaris, Pelaksanaan pengawasan /pembinaan tersebut dilakukan oleh pengadilan negeri.
Menurut ketentuan dalam Undang-undang Nomor. 13 tahun1965 Maupun PJN tugas pengawasan dan pembinaan merupakan tugas non judisiel dari pengadilan, maka harus dilakukan secara bersama-sama oleh Mahkamah agung dan Departemen Kehakiman, sedangkan aparat pelaksaannya adalah pengadilan Negeri. Dimana tujuan dari pengawasan yang dilakukan oleh yang berwajib dalam hal ini badan-badan peradilan terhadap notaris, agar para notaris sebanyak mungkin memenuhi persyaratan demi untuk pengamanan dari kepentingan masyarakat. Karena dalam hal ini notaris diangkat oleh penguasa, bukan untuk kepentingan diri notaris, akan tetapi demi untuk kepentingan masyarakat yang dilayani. Untuk itu oleh undang-undang diberikan kepadanya kepercayaan yang begitu besar dan secara umum dapat dikatakan bahwa setiap pemberian kepercayaan kepada seseorang meletakan tanggung jawab diatas bahunya, baik itu berdasarkan hukum maupun berdasarkan moral. Demikianpula setiap profesi baik suatu profesi yang disertai pemberian kekuasaan-kekuasaan istimewa kepadanya maupun suatu profesi yang kepadanya diberikan kepercayaan, yang semuanya itu menyangkut diri atau kepentingan perorangan ataupun masyarakat umum, kepadanya diletakan tanggug jawab yang berat, baik berdasarkan hukum maupun berdasarkan moral dan etika. Kiranya dapat dipahami notaris dalam menjalankan jabatanya sekalipun ia telah memiliki kemampuan hukum yang cukup, akan tatapi tidak dilandasi tanggung jawab dan tanpa adanya penghayatan terhadap keluhuran dan martabat jabatanya sebagaimana yang dituntut oleh hukum dan kepentingan masyarakat.
Dalam pengawasan internal Menurut pasal 2 Surat Keputusan Bersama (SKB) Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman tahun 1987, pelaksanaan pengawasan sehari-hari atas para notaris dan akte-aktenya dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat dan selanjutnya secara hierarkis dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman. Didalamnya tidak terdapat mekanisme Quasi yudisial (pengadilan profesi yang dijalankan oleh suatu majelis atau institusi), tetapi menurut pasal 50 PJN jo pasal 4 SKB  Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman, pengadilan negeri dapat mengenakan hukuman apabila notaris
a.        mengabaikan keluhuran martabat atau tugas jabatanya;
b.        melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku;
c.        melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan kesusilaan baik didalam maupun diluar jabatan sebagai notaris.


2.        Mekanisme Pengawasan Yang Bersifat Eksternal Dalam Lingkup profesi Notaris
menurutKeputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia RI Nomor : M-OL.H.T.03.01 tahun 2003 Tentang Kenotarisan menyatakan bahwa pengawasan adalah kegiatan administratif yang bersifat preventif dan represif oleh menteri yang bertujuan untuk menjaga agar para notaris dalam menjalankan jabatanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Yang menjadi dasar pengawasan eksternal terhadap notaris adalah karena notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainya, dalam hal ini satu-satunya jabatan yang diberi kewenangan untuk membuat akat otentik sehingga dalam menjalankan tugasnya perlu diadakan sebuah pengawasan. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang menjadi tujuan pengawasan terhadap notaris?
Tujuan pengawasan terhadap notaris adalah agar para notaris sebanyak mungkin memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang, demi untuk pengamanan dari kepentingan masyarakat umum yang dilayani (hasil wawancara dengan Adinda Saraswati .SH.)
Mekanisme pengawasan ekternal dijalankan dalam hal ini Menurut Undang-undang nomor 30 Tahun 2004, maka pengawasan notaris dilakukan oleh menteri. Dan dalam pelaksanaan pengawasan, menteri membentuk majelis pengawas. Majelis pengawas tersebut berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri atas unsur ;
a.                pemerintah sebanyak  3 (tiga) orang;
b.                oganisasi notaris sebanyak 3 (tiga) orang;
c.                ahli/akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.
Dan pengawasan sebagaimana dimaksud diatas meliputi prilaku notaris dan pelaksanaan jabatan notaris.
Didalam mekanisme pengawasan eksternal terdapat mekanisme Quasi judisial (pengadilan profesi yang dijalankan oleh suatu majelis atau institusi) dalam rangka menegakan disiplin profesi. Dan dalam pasal 67 ayat 2 terdapat majelis pengawasan yang terdiri dari :
1.                majelis pengawasan daerah;
2.                majelis pengawasan wilayah;
3.                majelis pengawasan pusat.
Ad.1.    Majelis pengawasan daerah dalam hal ini berwenang yaitu :
a.                            menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris;
b.                            menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang;
c.                            melakukan pemeriksaan terhadap protocol notaris secara berkala yaitu 1 kali dalam 1 tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;
d.                            memberikan izin cuti untuk jangka waktu sampai 6 bulan;
e.                            menetapkan notaris pengganti dengan memperhatikan usul calon notaris yang bersangkutan;
Sedangkan kewajibanya adalah : membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikan kepada majelis pengawas wilayah setempat, dengan tembusan kepada notaris yang bersangkutan, organisasi notaris, dan majelis pengawas pusat. Dan dalam hal ini kewajibanya juga yaitu memeriksa laporan masyarakat terhadap notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada majelis pengawas wilayah dan dalam waktu 30 hari, dengan tebusan kepada pihak yang melaporkan, notaries yang bersangkutan, majelis pengawas pusat, dan organisasi notaris,  serta menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti.
Ad.2.    Sedangkan kewenangan majelis pengawasan wilayah adalah :
a.        menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui majelis pengawasan daerah;
b.        memanggil notaris terlapor yang dilakukan pemeriksaan atas laporan;
c.        memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis;
d.        mengusulkan pemberian sanksi terhadap notaris kepada majelis pengawas pusat;
e.        membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi;
f.         serta notaries berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan siding majelis pengawas wilayah.
Sedangkan kewajibanya adalah menyampaikan keputusan dalam hal suatu pengambilan keputusan kepada notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada majelis pengawas pusat dan organisasi notares, serta mengajukan pengajuan banding dari notaris kepada majelis pengawas pusat terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti.
Ad.3.    majelis pengawasan pusat mempunyai kewenangan :
a.        menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding dalam penjatuhan sanksi dan penolakan cuti;
b.        memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan ;
c.        menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan
d.        mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada menteri.
Sedangkan kewajiban pengawas pusat adalah menyampaikan keputusan kepada menteri dan notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada majelis pengawas wilayah dan majelis pengawas daerah yang bersangkutan serta organisasi notaris.
Adakah hubungan antara pengawasan profesi hukum yang satu dengan yang lain? Ada, dalam hal ini profesi hukum merupakan officium nobile yaitu sutu profesi yang terhormat, mungkin secara tidak langsung pengawasanya berada dibawah satu institusi yaitu menteri kehakiman dan mahkamah agung.
Berdasrkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka sebagaimana yang telah dikatakan tadi, adalah sangat beralasan adanya pengaturan secara hukum mengenai pengawasan terhadap para notaris, guna menjamin pengamanan dari kepentingan umum terhadap para notaris yang menjalankan jabatanya secara tidak bertanggung jawab dan tidak mengindahkan nilai-nilai dan ukuran etika serta melalaikan keluhuran martabat dan tugas jabatannya.
Walaupun demikian sekalipun ada pengaturan secara hukum tentang pengawasan terhadap para notaries, masih menjadi pertanyaa, apakah cara demikian itu dapat mencapai sasaranya , dalam arti menjamin kepentingan dari orang atau masyarakat yang dilayaninya?
Pertanyaan ini bukan tidak beralasan, oleh karena berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada dapat dikatakan dan harus diakui bahwa pengaturan tersebut secara hukum jauh dari pada memadai dan tidak mencapai sasaranya, terutama disebabkan tidak adanya pengawasan secara langsung dan efektif dan lagi pula karena sifat hukum sebagaimana kaedah sosial yang jangkaunya terbatas pada tindakan dan perbuatan-perbuatan yang nyata. Lagi pula disamping itu harus diingat, bahwa untuk menentukan pakah sesuatu tindakan merupakan pengabaian keluhuran martabat atau tugas jabatan notaris atau bertentangan dengan ketertiban umum ataupun kesusilaan, tidaklah semudah seperti yang diperkirakan. (hasil wawancara dengan Haryanti .SH.)




DAFTAR PUSTAKA


Andasasmita, Komar., Notaris III., Bandung : Swara Grafika, 1993.

Andasasmita, Komar., Notaris I Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi Notaris/Notariat, Jakarta : Ikatan Notaris Indonesia, 1991.

Indonesia., undang-undang tentang Jabatan Notaris.,  Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004.

Indonesia, peraturan jabatan Notaris., peraturan Nomor 13 tahun 1987 tentang jabatan Notaris.

Indonesia, Keputusan Bersama Ketua Mahkamah agung dan Menteri Kehakiman RI, No: KMA/005/SKB/VII/1987 dan No : M.03-PR.08.05 Tahun 1987., tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan, dan Pembelaan Diri Penasehat Hukum.

Indonesia, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965, Tentang pengawasan Jabatan Notaris.

Kohar, A., Notaris dalam Praktek Hukum., Bandung : Alumni, 1998.

Kohar, A., Notaris Berkomunikasi, Bandung : Alumni, 1984.

Kie, Tan Thong., Studi Notariat serba-serbi Praktek Notaris, Jakarta : PT. Icthiar Baru Van, 1994.

Ramelan, soetono., Peranan Notaris dalam Pembangunan Hukum., Hukum dan Pembangunan, agustus 1989.

Soesanto, R., Tugas Kewajiban dan Hak-hak Notaris Wakil Notaris (sementara)., Jakarta : Pradnya Paramita, 1978.

Tobing, GHS Lumbun., Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : Erlangga, 1996.